SEKILAS INFO
  • 8 bulan yang lalu / Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, akan diadakannya peringantan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW pada hari Jumat tgl 18 Oktober 2024 pada pukul 17.30 Masjid Al Mubarok, sholat magrib berjamaah
  • 4 tahun yang lalu / Selamat datang di website Masjid Tua Al Mubarok Jakarta Selatan
WAKTU :

Qurban Nabi Ibrahim AS

Terbit 5 Juli 2021 | Oleh : Admin Al Mubarok | Kategori : Tafsir
Qurban Nabi Ibrahim AS

Lanjutan Tafsir Ayat-ayat Qurban…

Qurban Nabi Ibrahim AS.

Al-Qur’an menggambarkan kisah Qurban Nabi Ibrahim As dalam Surat As-Shaffat ayat 99-111. Jika kita perhatikan bagaimana Al-Qur’an menuturkan sebuah kisah, maka orang yang memahami sastra Arab akan dibuat terpana karena keindahan bahasa dan kandungan maknanya.

Kisah di dalam Al-Qur’an bukanlah fiksi atau imajinasi seperti kisah drama atau romansa yang dihasilkan oleh coretan komika atau novelis. Seluruh kisah dalam Al-Qur’an adalah kisah nyata yang penuh hikmah bagi siapa saja. Pokoknya, tidak ada yang bisa menandingi keindahan dan kehebatan kisah yang disampaikan oleh Allah melalui Al-Qur’an. Seorang pembaca seolah-olah berada diantara pelaku cerita dan menyaksikan dari dekat ketika peristiwa itu terjadi. Tapi ya tadi, syaratnya harus mengerti sastra Arab dan tafsir dari kitab-kitab para pakar.

وَقَالَ إِنِّى ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّى سَيَهْدِينِ

“Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus pergi (menghadap) kepada Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Q.S. As-Shaffat : 99)

Mayoritas mufassir mengatakan bahwa arti ‘pergi” dalam ayat ini adalah hijrah. Ibrahim AS mengatakan bahwa ia akan berhijrah dari negeri yang penduduknya tidak mau menyembah Allah ke negeri yang aman sentosa dan leluasa untuk menjalankan dan menegakkan agama Allah. Beberapa ayat sebelumnya (83-98) menceritakan bagaimana Ibrahim seorang diri berdakwah kepada kaumnya agar tidak menyembah berhala yang ujung-ujungnya adalah penolakan dari kaumnya.

Saking kerasnya penolakan mereka, Raja dan kaumnya membakar Ibrahim. Allah memerintahkan api agar menjadi dingin dan dapat menyelamatkan Ibrahim. Tapi tetap saja, hati mereka seperti batu dan tidak mau menyembah Allah. Setelah peristiwa itulah Ibrahim pergi meninggalkan kaumnya ke suatu negeri yang penghuninya mau mengikuti petunjuk Allah SWT. Para mufassir mengatakan bahwa negeri yang dimaksud adalah negeri Syam, tempat Baitul Maqdis berada yang sekarang bernama Palestina.

Melalui ayat ini, Al-Qurthubi berpendapat bahwa Ibrahim adalah manusia pertama yang berhijrah bersama istrinya Sarah dan Nabi Luth.
Melalui ayat ini pula, ada sebagian ulama yang mewajibkan agar seorang muslim berhijrah ketika ia tinggal di tempat yang mengancam keselamatan agama dan ibadahnya ke negeri yang aman, sebagaimana Al-Qasimi mengutip pendapat Ar-Razi.

رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.” (Q.S. As-Shaff : 100)

Sesampainya Ibrahim di negeri yang ditujunya, beliau berdo’a kepada Allah agar dianugerahkan keturunan yang shaleh yang dapat membantunya dalam berdakwah. Do’a beliau dikabulkan oleh Allah sebagaimana dikisahkan dalam ayat berikutnya :

فَبَشَّرْنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٍ

“Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).” (Q.S. As-Shaffat : 110).

Allah memberikan karunia kapada Nabi Ibrahim AS berupa lahirnya Ismail. Ibn Hajar Al-Asqallani mengutip riwayat dari kalangan Ahlul Kitab bahwa ketika Ismail dilahirkan, beliau saat itu berusia 86 tahun.

Allah men-sifati Ismail dengan “Al-Halim”. Al-Qasimi menafsirkan “Al-Halim” dengan makna sangat berlapang dada dan mempunyai kesabaran yang sangat baik. Tentunya gelar Al-Halim ini disematkan ketika Ismail AS ikhlas menjalankan perintah Allah untuk disembelih oleh ayahnya yang ternyata semua itu hanya ujian saja.

Ismail tumbuh menjadi anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Hingga mencapai usia remaja, Ibrahim menyampaikan kabar kepada Ismail mengenai mimpi yang ia alami sebagaimana dikisahkan pada ayat berikutnya.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (Q.S. As-Shaffat : 102).

Al-Baghawi mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat tetang usia Ismail As ketika Ibrahim As menceritakan mimpinya itu. Menurut riwayat, ada yang mengatakan 7 tahun dan sebagian lainnya mengatakan 13 tahun.

Ibrahim bermimpi bahwa beliau diperintahkan untuk menyembelih anaknya, Ismail. Ibn Adil Ad-Dimasyqi dalam kitabnya Al-Lubab menulis sebagai berikut :

“Pada malam Tarwiyah, Ibrahim bermimpi seakan-akan ada yang berkata kepadaya, “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu meyembelih putramu !” maka di pagi harinya sampai dengan malam harinya beliau berfikir apakah perintah ini berasal dari Allah atau dari Syaithan ? Oleh karena itulah ari berfikirnya Ibrahim dinamakan dengan Hari Tarwiyah. Ibrahim bermimpi yang sama untuk kedua kalinya pada malam Arafah dan barulah beliau yakin dan mengerti bahwa mimpi tersebut adalah perintah Allah. Dengan “mengertinya” beliau, maka hari itu dinamakan Hari Arafah. Lalu beliau mimpi yang sama untuk ketiga kalinya di malam berikutnya dan bertambahlah yakin bahwa itu perintah Allah agar beliau menyembelih putranya, dengan begitu hari berikutnya dinamakan Yaumun Nahr (hari berqurban). Demikianlah yang masyhur di kalangan ahli tafsir.”

Setelah yakin bahwa mimpi itu benar-benar perintah Allah, maka Ibrahim menceritakannya kepada Ismail dan meminta pendapatnya. Dengan mantapnya, Ismail mengatakan : “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” Aku bersabar menjalankan apa yang Allah perintahkan.
Ma Sya Allah, walapun seorang Nabi, Ibrahim AS tetap bermusyawarah dan meminta pendapat anaknya. Ini terjadi karena cinta seorang ayah yang begitu besar dan penghormatan yang begitu dalam kepada sang anak. Ini merupakan cerminan keluarga yang sangat baik. Pantaslah kiranya di dalam Tasyahud Akhir nama Ibrahim Alaihis Salam dan keluarga beliau disebut dan kita mengenalnya dengan Shalawat Ibrahimiyah.

Kamudian Ibrahim As dan anaknya Ismil As menyiapkan diri untuk melaksanakan perintah Allah sebagaimana dikisahkan pada ayat berikutnya.

فَلَمَّآ أَسْلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلْجَبِينِ

“Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).” (Q.S. As-Shaffat : 103).

Ibrahim membaringkan putranya dan meletakkan wajah putranya tertungkup ke tanah agar ia tidak melihat wajah putranya saat disembelih.

Pesan Ismail As kepada ayahnya sebelum disembelih sebagai qurban kepada Allah sebagaimana yang dituliskan oleh Al-Baghawi dalam tafsirnya :
Ismail berkata :

“Wahai ayahuku, ikatlah aku dengan kuat agar aku tidak meronta-ronta. Dan jauhkanlah pakainmu dariku agar darahku tidak mengenainya sehingga pahalu berkurang, dan jika (darahku) terlihat oleh ibuku kan menjadikan beliau sedih. Tajamkanlah pisau itu dan sembelihlah tenggorokanku dengan cepat agar aku mudah merasakan kematian karena mati itu sakit ! Dan jika engkau menemui ibuku, sampaikalah salam dariku. Dan jika menurut ayah bajuku ini pantas untuk diberikan kepada ibuku, lakukanlah ! Semoga saja menjadikannya kenangan untuknya !”
Ibrahim menjawab : Sebaik-baiknya pertolongan untuk mentaati perintah Allah adalah engkau, anakku !”
Ibrahim melaksanakan pesan putranya. Ibrahim dan putranya sama-sama menangis. Ibrahim memnyembelih tenggorakan Ismail namun tidak mempan. Menurut riwayat, Ibrahim mengasah pisaunya dengan batu sampai tiga kali namun tetap saja tidak mempan.

Setelah itu Ibrahim mendengar seruan sebagaimana dikisahkan pada ayat berikut :

وَنَٰدَيْنَٰهُ أَن يَٰٓإِبْرَٰهِيمُ ﴿١٠٤﴾ قَدْ صَدَّقْتَ ٱلرُّءْيَآ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ ﴿١٠٥)

“Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. As-Shaffat : 104-105).

Sungguh benar mimpimu wahai Ibrahim, engkau bergegas mengerjakan apa yang Aku perintahkan, Kami sangat senang dan Kami permudah atas urusan tersebut. Kami balas dengan segala kebaikan karena sebab bergegasnya engkau dari apa yang telah Kami perintahkan, meskipun padanya terdapat ujian dan kesulitan.

Ternyata, perintah menyembelih tersebut adalah ujian semata yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail AS.

وَفَدَيْنَٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ﴿١٠٧﴾ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى ٱلْءَاخِرِينَ ﴿١٠٨﴾ سَلَٰمٌ عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ ﴿١٠٩﴾ كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ ﴿١١٠﴾ إِنَّهُۥ مِنْ عِبَادِنَا ٱلْمُؤْمِنِينَ ﴿١١١﴾

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (107). Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (108). Selamat sejahtera bagi Ibrahim (109) Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (110). Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman (111).

Karena Nabi Ibrahim As dan Ismail AS berhasil menjalani ujian yang Allah berikan, Allah menebus Ismail dengan sembelihan yang besar, yaitu domba dari surga yang dulunya adalah doa qurban Habil yang diterima oleh Allah. Ibrahim AS. Menyembelih domba tersebut sambil bertakbir di Mina, tempat melontar jumrah.

Allah mengabarkan kepada Ibrahim bahwa umat setelah beliau akan selalu memujinya dan menyampakan shalawat dan salam untuk beliau sebagaimana yang kita baca dalam tasyahud, yaitu Shalawat Ibrahimiyah.

Wallahu A’lam.

Ridwan Shaleh

Referensi :
• Tafsir Jalalain
• Tafsir Ibn Katsir
• Fathul Qadir Lil Imam As-Syaukani
• Tafsir Al-Qurthubi
• Tafsir Al-Qasimi
• Tafsir Al-Wajiz Wahbah Zuhaili
• Tafir Al-Baghawi
• Tafsir Ibn Asyur
• Tafsir Al-Lubab Fi Ulumi Kitab

SebelumnyaQurban Qabil dan Habil SesudahnyaDR. KH. A. Lutfi Fathullah M.A. berpulang ke Rahmatullah

Berita Lainnya

0 Komentar